Senin, 27 Februari 2017

MENTAWAI ISLAND #PART2-HARI KEDUA

#27-09-2016
Melanjutkan kisah sebelumnya, post kali ini tentang perjalanan kami berdua di tanah surga kepulauan Mentawai. Walaupun awan mendung berwarna hitam, tak membuat hati bimbang karenanya, tetap semangat sembari menunggu hujan bertamu ke rumah tanah.

Dimulai dari terbangun pagi hari, tepatnya pukul setengah 6 pagi, kami shalat subuh dan bergantian mandi untuk menyegarkan tubuh kami. Sekitar pukul 8 pagi, kami berencana mencari sarapan dan makanan kecil untuk menemani aktifitas hari ini.

Seusai bersarapan ria, kami melanjutkan perjalanan dengan tujuan pembuatan perizinnan penelitian dan bakti sosial yang akan dilaksanakan satu bulan kemudian ditempat ini. Memakan waktu sekitar 5 jam, permohonan dan perizinan kami belum selesai dan hanya dapat diteruskan esok hari, dikarenakan oknum yang berkepentingan tidak sedang berada didalam ruangan, melainkan berada dilapangan untuk melihat pekerjaan anak buahnya.

Yaaa..daripada kami menghabiskan waktu dengan keluh kesah kecewa, kami langsung banting stir kemudi motor untuk mencari makan siang sesuai rekomendasi dari dr. Jimmy Ambarita dengan prinsip makan kami, yaitu 3 M, murah meriah muntah.

Akhirnya setelah mencari-cari, didapatkan tempat makan yang direkomendasikan tersebut. Porsinya sungguh penampakan dari porsi kuli, banyak banget. Nasi mungkin sekitar 4 serokan sendok nasi besar dan lauknya hampir semuanya berukuran 1 kali kepalan tangan saya. Lapar, tentu kami makan dengan jumawa sampai ke tulang-tulangnya. Nambah? Tentu tidak...porsi standar dari rumah makan ini saja sudah melebihi dari cukup kapasitas lambung kami yang sebeesar biji salak.

Seusai makan siang, kami pun kembali ke penginapan untuk menunaikan ibadah shalat Zuhur secara munfarid atau sendiri-sendiri. Kenapa sendiri-sendiri? Hal tersebut dikarenakan besarnya ruangan kamar penginapan yang kami pilih tidak dapat dibuat shalat berjamaah.

Sekitar pukul 2 siang, kami bersiap-siap untuk bertualang kembali di bumi pertiwi kepulauan Mentawai. Dengan motor pinjaman dari Dinas Kesehatan, dengan bahan bakar yang telah kami isi sendiri, mulailah goresan pengalaman kami hari kedua di Mentawai.

Mulai dari perjalanan lurus dari penginapan sampai ke jalanan yang belum dibuat, kami menemukan sebuah pemandangan pantai yang indah di belokan tajam jalanan aspal. Kami berhenti disana dan disambut dengan rawa-rawa gelap penuh nyamuk demam berdarah yang dengan ganas melahap kulit-kulit hitam kusam kami.

Berjalan menyusuri rawa, keluarlah kami di tepian pantai indah, sepi, tanpa ada orang satu pun yang membuat kepemilikan pantai ini jatuh kepada kami selama beberapa menit.

Cahaya matahari yang membiaskan kepingan zat air mengalirkan sinaran-sinaran indah pantulan kedalaman laut. Tetap saja, keindahan tak membiaskan kulit kami bentol et causa nyamuk liar disini.

Pantai dekat rawa-rawa

Berpoto didepan pantai rawa

Pantai Rawa tampak samping

Sejujurnya saya lupa apa nama pantai tersebut, oleh karena itu saya menyebutnya pantai rawa untuk sementara. Namun, kalau tidak salah ingat, pantai rawa ini memiliki nama yang lumayan unik, tapi yaaa...namanya juga manusia, mudah lupa.

Setelah puas, kami beranjak untuk berjalan kembali menyusuri jalanan beraspal sembari menyapa penduduk sekitar jalanan. Memakan banyak waktu dalam perjalanan, sore pun bertamu kepada siang.

Kembali kami bertemu dengan pantai yang indah dari kejauhan. Dengan jalanan yang berada diatas pantai, menunjukkan kerendahan hati pantai tersebut dimata kami. Menyandarkan motor pinjaman, kami terpana dengan angin kencang yang menerpa tubuh dan rambut kami. Sangat kuat, kuat sekali. 

Foto saya, pantai bawah dan penampakannya (eja)

Pantai bawah view samping

Pantai bawah view samping juga

Sunset ditanah anarki (judul album SID)

Sekali lagi saya juga lupa apa nama pantai ini, si eja tau apa namanya. Mungkin nanti saya akan bertanya kepada dia. Untuk saat ini, berpuas saja dulu dengan sebutan pantai bawah.

Disini banyak anak-anak yang mencoba melakukan surfing sederhana menggunakan papan seadanya. Ada juga beberapa orang asing yang meregangkan tubuhnya dipasir pantai untuk sekedar berjemur, walaupun menurut saya percuma saja, matahari saja sudah tidak terlihat lagi.

Hanya berfoto-foto dan menikmati angin pantai disini, kami pun beranjak kembali ke penginapan.

Bersihkan badan dan beristitahat, tinggal itu saja kegiatan kami dengan sebelumnya memberikan nutrisi sehat ke lambung agar tidak hipoglikemi saat tidur malam.

Dengan begitu, usailah cerita hari ini dan menyiapkan tenaga dihari esok, hari terakhir kami di Mentawai.



#28-09-2016
Hari terakhir dalam perjalanan survei kami di Mentawai. Hal yang sama dengan kemarin, bangun pagi dan shalat Subuh, dilanjutkan dengan mandi pagi, membuat segar tubuh dan pikiran yang telah terhenti sejenak saat tidur malam.

Mengobrol dengan bundo dipagi hari, menyilangkan pikiran-pikiran kami para pemuda dengan beliau yang sudah berumur, meluaskan pandangan pikiran kami yang sempit terkait kehidupan dan kepulauan Mentawai. Dengan rekomendasi bundo, kami beranjak menyalakan mesin motor pinjaman dan bergegas melanjutkan pekerjaan kemarin yang tertunda.

Hampir setengah hari kami selesaikan permasalahan perizinan penelitian dan bakti sosial, setelah itu mengantarkan surat-surat penting kepada bagian terkait agar penelitian bulan depan menjadi lancar tanpa ada hambatan. Lapar kembali mendera perut kami dan akhirnya kami mencari rekomendasi bundo dalam hal rumah makan. Makanan kali ini tetap masakan padang dengan santan yang penuh lemak jahat namun membuat nikmat setiap gigitannya. Perut pun mengembung dengan indahnya sesuai dengan jumlah makanan yang kami makan dan minuman yang kami minum.

Saya dan Sikerei

Eja dan Sikerei

Tak berlama-lama, kami langsung memulai petualangan hari terakhir. Hanya berjalan-jalan menyusuri jalanan kecil di Mentawai, tepatnya di pulau Sipora, kami mensurvei tenpat-tempat yang akan dilakukan penelitian pada bulan selanjutnya. Menilai penduduk yang ramah dengan bahasa yang susah dalam penerjemahannya. Lalu singgah ke Rumah Sakit Umum Mentawai untuk bertegur sapa dengan teman-teman sejawat kami dan guru-guru kami yang bertugas disana. Ramah dalam hal penerimaan kami sebagai tamu, bahkan mereka lebih senior dari kami tak menjadi alasan keramahan itu sirna dari keseharian mereka. Tak lupa kami menyempatkan diri untuk berfoto sejenak didepan patung kebanggaan penduduk Mentawai, yaitu "Patung Sikerei". Yang tentu sejarah dan ceritanya merupakan ketertarikan sendiri bagi yang belum mengetahuinya, termasuk saya. 

Akhir perjalanan kami setelah menemui jalan belum selesai dibuat

Jalanan sepi, indah dan menenangkan

Banyak pepohonan dan angin hembus kencang

Beberapa tanah kosong terlihat ditepian jalan

Akhirnya, kami pun kembali ke penginapan dan bersiap-siap untuk diantarkan ke pelabuhan oleh dr. Jimmy Ambarita, Sp. A. Dengan membeli tiket on the spot, kami langsung berpamitan dengan beliau dengan berharap dapat kembali dengan selamat saat penelitian nanti.

Karena adanya tugas, dr. Jimmy pun tidak sempat menunggu sampai kami tinggal landas, dan meninggalkan kami dipelabuhan. Tak mengapa, tugas lebih penting dari kami, kami paham, kami pun dokter.

Masuk ke dalam kapal, bersiap-siap dengan anggukan ombak-ombak penggila. Kapal melaju dengan cepat dan menghempaskan ombak dengan kisaran 2-3 meter. Kali ini lebih menantang adrenalin daripada sebelumnya. Lebih mual dan lebih menarik dilihat. Sampai akhirnya kami sampai dipelabuhan Padang dengan disambut oleh kedua teman kami yang baik hati, aldi dan indra (nama disamarkan).

Foto kapal ASDP yang sedang beristirahat

Foto saat kepulangan kami dari Mentawai ke Padang

Foto saat iseng ga tau mau foto apa lagi

Pulang ke rumah masing-masing, saling menceritakan kisah seru kepada kedua orang tua dan kerabat terdekat, tak lupa kepada kekasih saya yang ditinggal selama 3 hari 2 malam. Malam pun mendahului, mata pun terlelap dan cerita hari ini pun berakhir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar