Sabtu, 09 September 2017

Sunrise of Java

Selamat malam para penghuni blog, selamat malam dunia

Sampai blog ini dibuat, saya masih berada di dalam kondisi belum selesai dalam masa peresmian gelar dokter. Masih mengarungi 5 bulan menuju selesainya program interensip di Indonesia.
Perjalanan hampir 1 tahun ini memberikan banyak manfaat, pengalaman dan penderitaan untuk kehidupan saya pribadi.

Berada dalam hiruk pikuknya kegaduhan Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang membuat harus memutar otak dalam tatalaksana awal pasien gawat darurat, sampai menjadi dokter ICU atau Intensive Care Unit yang membuat hidung mimisan memikirkan pasien yang berada dalam kondisi hidup dan mati.


Setelah ini, saya akan melalui situasi baru, berpindah dari satu mekanisme kehidupan yang ramai kepada suatu algoritma kehidupan yang sunyi. Intinya pindah dari Kota ke Desa.

Saya akan mengarungi 4 bulan kehidupan akhir di Banyuwangi ini, di daerah Benculuk. Sebuah daerah dengan jarak sekitar 26 km dari pusat kota Banyuwangi. Berada di Benculuk bukan sekedar hanya tinggal disana, tapi saya akan bekerja di Puskesmas Benculuk sebagai dokter umum.

Berbicara tentang Banyuwangi, sebuah kabupaten dengan angka keluasan daerah yang sangat besar, dengan garis pantai terpanjang di Pulau Jawa, masuk kedalam keluarga Jawa Timur, bertetanggaan dengan Pulau Bali dan tempat paling utama terbitnya matahari di Pulau Jawa.

Awal mula berdiri di Banyuwangi, tak ada yang berbeda dengan keadaan Kota Padang. Jalanan tidak tergolong ramai, hanya saja pengemudinya lebih menakutkan daripada balap motor GP.
Lingkungan tergolong bersih dan teratur. Banyak orang berlalu lalang disiang hari dan beraktivitas seperti biasa.
Karena sedang berada di pusat Kota, berarti kita melihat pusat peradaban di Banyuwangi. Semua orang memakai baju dan celana, entah dalaman pakai atau tidak, itu bukan urusan saya, kalau saya mau tau takut kena marah.
Mall tidak ada disini, hanya supermarket sederhana yang muncul disini. Minimarket terkenal dengan seragam karyawannya berwarna seperti marawa minang (biru, merah dan kuning) juga banyak disini, setiap 5 cm pasti ada.

Zebracross ada banyak. Lampu merah juga disertai dengan lampu kuning dan hijau, dan lebih pentingnya, lampunya nyala secara bergantian.
Namun disayangkan, lampu jalanan tidak ada yang menyala pada siang hari.

Melihat pengguna jalan, banyak dikuasai oleh pengendara sepeda motor. Kalau dihitung, kemungkinan dari 10 kendaraan yang lewat, terdapat 6 motor dan 4 mobil. Tetapi, karena saya tidak menghitung, bisa saja salah.

Pengendara sepeda motor yang melalui jalanan tidak mau menyapa saya. Mereka langsung melaju ke depan. Padahal ada saya di tepi jalan. Dasar Sombong.

Kalau saya jadi mereka, saya pasti menyapa saya. Ya..pasti.

Banyak manusia yang hidup disini, namun saya tidak tahu pekerjaannya apa.
Kadang saya berfikir orang tersebut mahasiswa, eh punya anak, sudah besar lagi.
Saat berfikir dia seorang polwan, ternyata laki-laki.
Susah ternyata menebak pekerjaan seseorang. Akhirnya saya menyerah untuk sok tau.

Saya juga sering dikira Detailer Obat, entah kenapa.
Padahal obat saja sering lupa nama dan efeknya.

Kenapa dibilang Sunrise Of Java?
Jawabannya adalah disinilah matahari terbit lebih dahulu dibandingkan daerah lain di Kepulauan Jawa, apalagi di Kepulauan Sumatera, sudah beda pulau.

Disini Waktu Indonesia Bagian Barat rasa Waktu Indonesia Bagian Timur.
Sahur jam 03.00 pagi, buka puasa jam 17.15 sore.
Rasanya itu seperti baru melek nih mata, sudah buka puasa. Beli bebukaan aja dah dari jam setengah 3 sore, mengantri untuk membayar, yang tadinya es nya dingin sampe es nya mencair. Selesai mengantri sudah buka puasa.

Mau ngabuburit masih shift kerja. Susah juga sebenernya, tapi ga apa, yang penting bukanya cepet.
Bisa buat iri teman-teman di Sumatera. Berasa berada di negara lain, beda waktu.

Wisata disini terbilang sangat menarik, ada Kawah Ijen dengan Blue Fire-nya (ada dragon slayer di tengah kawah), ada Red Island saat senja, ada Green Bay, ada pantai Sukamade, Pantai Syariah, Pantai Boom, Bangsring Underwater, Gojek dan lain-lain.

Kalau kalian mau ke Bali, cicipilah kekayaan alam Banyuwangi, kalian akan mendapatkan sengatan keindahan yang luar biasa, sesuai dengan syarat waktu kunjungnya. Jangan mengunjungi ijen pada siang hari, buat apa, atau Red Island saat malam hari, bunuh diri namanya.

Keindahan ada karena keadaan, keadaan tercipta karena adanya waktu, dan waktu ada karena kita hidup. Oleh karena itu, hidup kita menjadi indah sesuai dengan kepintaran kita memakai waktu dan keadaan.

Sekian untuk cerita malam hari ini.
Stay tuned di blog ga laku ini.
Semoga saya masih dapat mengupdate cerita menarik lainnya.

Yuk dadah babai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar